BONGKAR: Petani sawit saat membongkar Buah Tandan Segar (BTS) dari truk - Foto Nett |
TOPRILIS.COM, JAKARTA- Pemerintah memutuskan untuk melarang sementara ekspor kelapa sawit (CPO) dan minyak goreng per 28 April 2022 mendatang. Kebijakan itu telah diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Wakil Ketua Komisi IV Daniel Johan mengaku terkejut dengan kebijakan tersebut. Meskipun dia juga sempat kagum atas keputusan yang diambil Jokowi itu.
Politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai kebijakan yang melarang sementara ekspor CPO tersebut harus dipertimvangkan ulang. Sebab akan memiliki dampak yang cukup besar.
"Saya sempat kagum dan kaget dengan ketegasan presiden namun kebijakan ini harus dipikir-ulang secara mendalam karena berdampak luas ke rakyat dan membuat pasar dan rantai pasok menjadi tidak ada kepastian," tuturnya, Minggu (24/4/2022).
Menurut data yang dia miliki ada 6 juta hektare (ha) lahan petani sawit rakyat, dengan petani yang berjumlah 2,7 juta kk. Mereka diyakini akan mengalami pukulan langsung yang cukup serius.
"Karena 40% kebun sawit adalah kebun rakyat yang sudah bertahun-tahun harga buah tandan di bawah biaya perawatan, dan saat baru menikmati sedikit perbaikan sudah langsung dikoreksi," terangnya.
"Masalahnya adalah 85% CPO indonesia itu menjadi kekuatan andalan ekspor nasional, hanya 15% yang digunakan untuk kebutuhan lokal sebagai minyak goreng dan lainnya. Jadi bila ekspor dihentikan akan membuat tangki penyimpanan tidak mampu lagi menampung sehingga akan banyak pabrik yang stop produksi dan berdampak kepada nasib pekerja," tanbahnya.
Selain itu dirinya juga memperkirakan penerimaan negara yang sekitar Rp500 Triliun akan hilang jika ekspor CPO dihentikan. Padahal penerimaan dari pajak ekspor yang nilainya US$ 160 per ton cpo ini bisa menjadi sumber berbagai subsidi untuk rakyat dan pembangunan.
"Kelangkaan minyak goreng di pasar karna lebih disebabkan oleh pengaturan perdagangan, akibat kebijakan expor tidak dikawal dan dikontrol ketat, termasuk tatakelola yg salah selama ini, jadi kita mendorong presiden untuk melakukan kalkulasi yang mendalam dan mengoreksinya secara jitu," tukasnya.(detik/ar)