GAGAL GINJAL AKUT: Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Dr. Penny K. Lukito |
TOPRILIS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengakui memang tidak melakukan pengawasan terhadap pencemar/zat kontaminan yang ada di dalam produk obat.
Kepala BPOM, Penny Lukito mengatakan, mengacu pada standar global, pengawasan terhadap produk obat memang tidak mesti mengecek satu per satu produk.
"BPOM sudah menerapkan pengawasan terhadap pencemar dalam bahan baku, (baik pengawasan) pre-market dan post-market, sesuai ketentuan internasional," kata Penny dalam jumpa pers, Minggu (23/10/2022).
Ketentuan internasional yang dimaksud adalah bahwa saat registrasi produk obat, perusahaan farmasi tidak boleh menggunakan bahan etilen glikol (EG) dan dietilon glikol (DG) sebagai bahan baku obat.
Namun, EG dan DG berpotensi muncul dari hasil digunakannya pelarut, semisal dalam obat sirup, dari bahan-bahan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin.
Kemunculan EG dan DG sebagai kontaminan diizinkan dalam batas tertentu yang dapat ditoleransi tubuh, yaitu 0,5 miligram per kilogram berat badan per hari.
"Selama ini memang pengawasan terhadap kadar pencemar di produk jadi itu tidak menjadi ketentuan dalam pengawasan standar kompendia atau pembuatan obat, tidak mensyaratkan adanya pengawasan produk jadi terhadap pencemar-pencemar tersebut. Jadi itu memang tidak dilakukan," ungkap Penny.
Ia menyebutkan bahwa pengendalian kualitas atau quality control obat ada pada mekanisme internal perusahaan farmasi. Mereka lah yang melaporkannya ke BPOM.
Penny mengklaim, pihaknya pun tidak asal terima laporan tersebut, tetapi juga melakukan verifikasi dan uji sampling sebelum dipasarkan (pre-market) dan juga uji sampling setelah dipasarkan (post-market) berbasis risiko.
Akan tetapi, kasus gagal ginjal akut misterius pada anak yang telah menewaskan sedikitnya 133 orang, ia akui menjadi momentum bagi BPOM untuk mengevaluasi sistem pengawasan obat yang telah dijalankan selama ini.
Walaupun belum ada kesimpulan resmi, namun kasus ini diduga berkaitan dengan kandungan EG dan DG yang melebihi batas pada beberapa obat sirup.
"Ke depan, kami akan memperbaiki dan memperkuat pengawasan baik di pre-market maupun post-market," sebut Penny.(nasional.kompas.com/Gun)