Presiden Jokowi Didesak Cabut Perppu Cipta Kerja

KONTROVERISIAL: Presiden Joko Widodo saat menyampaikan keterangan pers di Istana Merdeka, Rabu (21/12/2022) -Foto Net.

TOPRILIS.COM, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menarik kembali Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja karena dinilai tidak terdapat alasan genting dan mendesak seperti yang disampaikan pemerintah.

"LBH Jakarta mendesak Presiden RI untuk menarik kembali PERPPU No. 2 Tahun 2022," kata Direktur LBH Jakarta Citra Referandum dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Minggu (1/1/2023).


Citra mengatakan LBH Jakarta mengecam penerbitan PERPPU No. 2 Tahun 2022 karena tidak dilatarbelakangi keadaan genting yang memaksa dalam menjalankan kehidupan bernegara.

Pemerintah menerbitkan Perppu itu pada Jumat (30/12/2022) lalu dan terdiri dari 1.117 halaman.

Dalam bagian pertimbangan poin g Perppu Cipta Kerja disebutkan alasan yang melandasi penerbitan aturan itu salah satunya terkait situasi geopolitik dunia.

Poin g Perppu Cipta Kerja berisi, "bahwa dinamika global yang disebabkan terjadinya kenaikan harga energi dan harga pangan, perubahan iklim (climate change), dan terganggunya rantai pasokan (supply chain) telah menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi dunia dan terjadinya kenaikan inflasi yang akan berdampak secara signifikan kepada perekonomian nasional yang harus direspons dengan standar bauran kebijakan untuk peningkatan daya saing dan daya tarik nasional bagi investasi melalui transformasi ekonomi yang dimuat dalam Undang-Undang tentang Cipta Kerja."

Citra mengutip pernyataan Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan terkait kriteria unsur “kegentingan yang memaksa” sebagaimana dimaksud Pasal 22 UUD NRI 1945 harus menunjukkan dua ciri umum.

Kedua ciri situasi kegentingan yang memaksa tersebut yaitu pertama terjadi krisis (crisis). Maksudnya adalah suatu keadaan krisis apabila terdapat suatu gangguan yang menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave and sudden disturbance).

Lalu ciri kedua adalah kemendesakan (emergency). Hal ini dapat terjadi apabila berbagai keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan menuntut suatu tindakan atau pengaturan segera tanpa menunggu permusyawaratan terlebih dahulu.

"Penerbitan Perppu seharusnya tidak menjadi alat kekuasaan Presiden semata, walaupun merupakan kekuasaan absolut yang dibenarkan konstitusi (constitutional dictatorship) penerbitan Perppu harus menjadi wewenang bersyarat bukan wewenang yang secara hukum umum melekat pada Presiden," ujar Citra.

Citra juga mengkritik Pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto yang menyatakan latar belakang penerbitan Perppu karena adanya dampak perang Rusia-Ukraina. Airlangga juga mengeklaim kondisi krisis itu sangat nyata untuk emerging developing country.

"Sangatlah jauh dari keadaan bahaya baik secara kedekatan teritorial maupun sosial-ekonomi-politik, sarat akan kepentingan pengusaha dan proses pembentukan undang-undang masih dapat dilaksanakan secara biasa atau normal sebagaimana syarat yang ditentukan ditentukan dalam Pasal 22 UUD NRI 1945 dan Putusan MK 138/PUU-VII/2009," ujar Citra.

Citra juga menekankan pemerintah seharusnya memaparkan penjelasan secara ilmiah dengan menggunakan berbagai medium secara partisipatif yang meluas menyentuh tiap-tiap lapisan masyarakat terkait Perppu Cipta Kerja.

Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat pada November 2021 lalu.

Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak. Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU.

Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.

Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen. (nasional.kompas.com/gun)

Lebih baru Lebih lama