TOPRILIS.COM, JAKARTA - Pemerintah Usulkan Tujuh Materi Rancangan Perubahan Kedua UU ITE
Pemerintah mengajukan tujuh materi usulan perubahan materi dalam Revisi Kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan usulan itu ditujukan agar dapat menjawab kebutuhan pelaksanaan yang ada serta merespons dinamika masyarakat.
"UU ITE kemudian diusulkan untuk direvisi kembali untuk pengaturan yang lebih baik, karena itu Pemerintah mengusulkan Rancangan Perubahan Kedua UU ITE bersama naskah akademis yang telah Bapak Presiden sampaikan kepada Ketua DPR RI pada 16 Desember 2021 lalu,” ungkapnya dalam Rapat Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat RI, di Gedung Nusantara II, Jakarta Selatan, Senin (13/02/2023).
Menkominfo menyatakan, dalam Rancangan Perubahan Kedua UU ITE, Pemerintah telah memperhatikan upaya peningkatan penataan dan pengaturan informasi dan transaksi elektronik. Setidaknya ada tujuh materi perubahan yang diusulkan, antara lain:
- Perubahan terhadap ketentuan ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) dari Pasal 27 mengenai kesusilaan, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan dan/atau pengancaman dengan merujuk pada ketentuan KUHP;
- Perubahan ketentuan Pasal 28 sehingga hanya mengatur ketentuan mengenai berita bohong atau informasi yang menyesatkan yang menyebabkan kerugian materiil konsumen;
- Penambahan ketentuan Pasal 28A diantara Pasal 28 dan Pasal 29 mengenai konten suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dan pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat;
- Perubahan ketentuan penjelasan Pasal 29 mengenai perundungan (cyber bullying);
- Perubahan ketentuan Pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain;
- Perubahan ketentuan Pasal 45 terkait ancaman pidana penjara dan denda serta menambah pengaturan mengenai pengecualian pengenaan ketentuan pidana atas penyalahgunaan pelanggaran kesusilaan dalam Pasal 27 ayat (1); dan
- Perubahan ketentuan pasal 45A terkait pidana atas pemberitahuan bohong dan informasi menyesatkan yang menimbulkan keonaran di masyarakat.
Selain tujuh materi perubahan tersebut, Menteri Johnny juga menyampaikan bahwa Kementerian Kominfo mengadakan diskusi publik pada tahun 2022 mengenai UU ITE, dan salah satu poin penting dalam usulan yang muncul selama diskusi publik tersebut adalah adanya masukan agar dalam revisi kedua UU ITE menyertakan norma Restorative Justice.
"Usulan ini direncanakan dimuat dalam UU ITE sebagai upaya penyelesaian tindak pidana yang merupakan delik aduan dalam Pasal 45 ayat (5) UU ITE terkait bentuk aplikasi Restorative Justice," tandasnya.
Sebelumnya, pada tahun 2021, Pemerintah telah menetapkan pedoman implementasi atas pasal-pasal tertentu UU ITE agar aparat penegak hukum pada tingkat penyidikan maupun penuntutan memiliki pemahaman yang sama dan menerapkan ketentuan pidana konten ilegal secara konsisten.
“Ini strategi jangka pendek, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia telah menyusun pedoman bersama mengenai implementasi UU ITE,” tutur Menteri Johnny.
Adapun mengenai strategi jangka panjang, menurut Menkominfo dengan Pemerintah mengajukan Rancangan Perubahan Kedua UU ITE yang disampaikan pada tahun 2021.
"UU ITE dibentuk untuk menciptakan ketertiban (order) di ruang siber dengan memberikan perlindungan bagi masyarakat dari penyalahgunaan teknologi informasi," tegasnya.
Dalam rapat kerja itu, hadir mendampingi Menkominfo Johnny G. Plate antara lain Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Mira Tayyiba; Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pengerapan; serta Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong serta Plt, Inspektur Jenderal Kementerian Kominfo Hary Budiarto. (kominfo.go.id/gun)