Banjir Bandang di Brasil, 39 Tewas dan 70 Ribu Orang Mengungsi

BANJIR BRASIL: Banjir di Brasil selatan menjadi banjir yang terburuk dalam 80 tahun terakhir, 39 orang meninggal dan nyaris 70 ribu orang mengungsi - Foto Net.

TOPRILIS.COM, JAKARTA -
Banjir bandang melanda Brasil selatan hingga menyebabkan 39 orang meninggal dan nyaris 70 ribu orang mengungsi.


Badan Pertahanan Sipil Brasil mengonfirmasi jumlah korban tewas itu pada Jumat (3/5). Mereka juga menyebut 68 orang masih hilang.

Otoritas Brasil juga mengatakan nyaris 70 ribu orang mengungsi dan lebih dari satu juta rumah tangga kekurangan air imbas banjir, demikian dikutip AFP, Minggu (5/5).

Banjir di negara bagian tersebut terjadi karena curah hujan yang tinggi dan diperparah dengan sejumlah tanggul yang jebol. Hujan terjadi dari awal hingga akhir pekan lalu.

Pada Kamis, bendungan di pembangkit listrik tenaga air antara kota Bento Goncalves dan Cotipora runtuh sebagian. Ini menyebabkan seluruh kota di lembah Sungai Taquari, seperti Lajeado dan Estrela, seluruhnya terendam air.

Di Kota Feliz, 80 kilometer dari ibu kota negara bagian, Porto Alegre, sungai meluap hingga menyapu jembatan.

Banjir di Brasil selatan kali ini menjadi banjir yang terburuk dalam 80 tahun terakhir, demikian menurut Badan Geologi Brasil. Mereka juga membeberkan di beberapa kota, ketinggian air berada pada titik tertinggi sejak pencatatan dimulai hampir 150 tahun lalu.

Menanggapi banjir bandang tersebut, Presiden Brasil Lula da Silva buka suara. Ketika itu, dia Bersama Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.

"Kata-kata pertama Menteri Fumio Kishida dalam pertemuan yang kami selenggarakan adalah solidaritas terhadap masyarakat negara bagian Rio Grande do Sul, yang menjadi korban salah satu banjir terbesar yang pernah kami alami," ujar da Silva pada Jumat, dikutip Associated Press.

"Belum pernah sebelumnya dalam sejarah Brasil terjadi hujan sebanyak itu di satu lokasi," ucapnya kemudian.(CNN Indonesia/elh)

Muhammad Elhami

“sesobek catatan di antara perjalanan meraih yang kekal dan memaknai kesementaraan; semacam solilokui untuk saling mengingatkan, saling menguatkan, berbagi keresahan dan kegetiran, keindahan dan kebahagiaan, agar hidup menjadi cukup berharga untuk tidak begitu saja dilewatkan”

Lebih baru Lebih lama