HILIRISASI NIKEL: Kementerian ESDM mengenalkan Balai Besar Pengujian Mineral dan Batu Bara (BBPMB) tekMIRA yang ternyata punya peran vital terhadap nasib hilirisasi nikel Cs - Foto Net. |
TOPRILIS.COM, JAKARTA - Kementerian ESDM mengenalkan Balai Besar Pengujian Mineral dan Batu Bara (BBPMB) tekMIRA yang ternyata punya peran vital terhadap nasib hilirisasi nikel Cs.
Kepala BBPMB tekMIRA Yose Rizal mengatakan badan layanan umum (BLU) ini punya sejarah panjang. Sampai pada akhirnya berada di bawah Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM.
Yose mengatakan tekMIRA punya teknologi hilirisasi mineral. Ini digunakan untuk menyulap mineral mentah, seperti nikel, menjadi produk yang bernilai tambah.
"Jadi, kita (di tekMIRA) tidak hanya sebatas hilirisasinya, tapi hilirisasi nikel atau bahan-bahan (mineral) lain ini sampai sejauh mana," ucapnya dalam Coffee Morning di Kantor Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Jakarta Selatan, Selasa (24/9).
"Apakah ini (nikel) nanti diolahnya high pressure acid leach (HPAL) atau pirometalurgi. Ini tekMIRA nanti yang akan menentukan," tegas Yose.
Ia mengatakan teknologi milik tekMIRA bakal memetakan sumber daya nikel di Indonesia. Yose menyebut klasterisasi ini dilakukan untuk menentukan bahan mentah tersebut akan digunakan untuk apa saja.
Selain itu, tekMIRA juga menyiapkan model teknologi apa yang tepat untuk hilirisasi nikel hingga bahan mentah mineral lainnya.
Yose mencontohkan bahwa secara kegeologian, karakteristik nikel berbeda-beda. Ada yang limonit, saprolit, hingga nikel butir.
"Nah, ini kita bedakan teknologinya. Jadi, yang pas (teknologi hilirisasi nikel) itu kita uji di tekMIRA," jelas Yose.
"Jadi, begitu besarnya tekMIRA ini. Bahkan, tekMIRA itu kita kembangkan dari supporting menjadi think tank. Kalau badan usaha kan banyak melakukan pengurusan perizinan dan lain-lain, tapi supporting-nya sebenarnya sangat dibantu oleh tekMIRA," imbuhnya.
Di lain sisi, tekMIRA juga melakukan sejumlah inovasi. Balai tersebut punya sebuah alat yang bisa menangkal demonstrasi lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan warga di sekitar tambang.
Alat tersebut bernama Sparing alias Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus-menerus dan Dalam Jaringan. Berdasarkan buku tekMIRA Leading Testing Center for Mineral and Coal, alat ini dijual di kisaran Rp375 juta hingga Rp510 juta, belum termasuk biaya pemasangan.
"Ini (Sparing) sebetulnya supporting untuk mendukung yang namanya good mining practice. Jadi, merupakan solusi teknologi yang memungkinkan pemantauan kualitas air limbah di tambang secara real time dan terintegrasi melalui jaringan online yang membantu perusahaan tambang memenuhi standar lingkungan," tuturnya.
"Ini juga sesuai dengan peraturan yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Jadi, Sparing ini kalau diterapkan di seluruh pertambangan ini akan membantu (menanggulangi) adanya protes-protes dari masyarakat (dan) LSM tentang kualitas air limbah," tambah Yose.
Secara garis besar, tekMIRA bertugas membantu subsektor mineral dan batu bara. Ini juga mencakup pengecekan kualitas dan kuantitas tambang serta cadangan sumber daya minerba; memastikan royalti pertambangan yang diterima negara sesuai; hingga mempercepat proses pengawasan aparat penegak hukum (APH).(CNN Indonesia/elh)
Tags
Bisnis