BERI PENGHARGAAN: Lima belas purnabakti PT Adaro Indonesia berkumpul pada malam penghargaan di Ballroom Aston Tanjung - Foto Dok Adaro Indonesia. |
TOPRILIS.COM, KALSEL - Dalam pelayaran yang panjang, seorang nahkoda berdiri tegak, mengarahkan kapal di tengah badai. Setiap ombak yang menerpa, setiap angin yang berhembus, adalah tantangan yang harus dilalui.
Nahkoda dan awaknya kini selesai dalam pelayarannya. Malam purnabakti, telah mengukir kisah pengabdian yang patut dikenangkan.
Mereka yang telah purnabakti adalah wujud totalitas pengabdian dan kontribusi. Waktu berlalu telah menuliskan kisah dedikasi yang sepenuh hati, curahan keringat, tenaga, dan semangat yang akan menjadi teladan bagi para penerusnya.
Kini, saat perpisahan tiba. Lima belas purnabakti berkumpul pada malam penghargaan di Ballroom Aston Tanjung, Kamis (3/10/2024).
Dalam sebuah kompilasi video yang tayang, setiap purnabakti menyampaikan salam perpisahan. Kata-kata yang terucap mampu menggetarkan hati bagi setiap hadirin, baik tawa dan air mata.
Malam itu, kenangan selama bekerja belasan bahkan puluhan tahun bertebaran. Berputar diingatan para purnabakti.
“Susah senangnya banyak. Senangnya empat anak bisa sekolah semua,” ucap Yono Muliadi Plant Production Leadman Kelanis, purnabakti yang telah mengabdi 30 tahun untuk Adaro.
Ingatan Yono mengajak kembali ke tahun 1991. Ia bercerita di tahun itu keadaan masih sangat sedih. Sebab, satu tahun di Kelanis tidak ada pompa air. Membuat debu bertebaran di mana-mana.
“Ada teman berhenti, tidak sanggup dengan debu,” ujarnya.
Yono kemudian mengenang satu cerita lain yang hampir membuatnya tak selamat. Ia yang hendak menyandarkan tongkang, berenang mengikuti temannya yang sudah terbiasa hidup di sungai. Masih mengenakan seragam dan celana jeans panjang, sekitar 20 meter berenang, Yono merasa lumpuh.
“Syukur masih diberi keselamatan sampai pensiun,” kenangnya.
Kepada para rekan-rekan yang hadir dan masih bekerja, ia berpesan agar selalu memahami pekerjaan dengan baik dan pahami bahayanya.
“Selalu berhati-hati di setiap pekerjaan apapun,” tutup Yono.
Purnabakti lainnya Isnaniansyah juga menyampaikan cerita-ceritanya selama bekerja di Adaro. Mengemban tugas dan amanah sebagai Maintenance & Electronic Section Head, ia berkelakar kalau departemennya hanya akan diingat orang-orang saat ada masalah.
“Kalau tidak ada masalah, orang tidak akan tahu dan membutuhkan kita,” candanya.
Ia mengenang saat diberi target blackout atau pemadaman listrik total boleh terjadi selama 45 menit dalam sebulan. Padahal jarak ke lokasi perbaikan ada yang memakan waktu satu jam.
“Dengan teknologi dan konsistensi memantau peralatan, alhamdulillah beberapa tahun kemudian KPI bisa dicapai,” kenangnya bangga.
Di akhir sesi wawancara, ia menyampaikan pesan untuk selalu memperbarui ilmu, pengetahuan, dan pergaulan agar memiliki jejaring luas.
“Lewati batas kemampuan. Kalau sudah tercapai, lampaui lagi batas di atasnya,” tutup Isnaniansyah yang sudah mengabdi sejak tahun 2005 itu.
Layaknya nahkoda yang melepaskan tambatan, berlayar ke cakrawala baru, para purnabakti pergi meninggalkan warisan. Pelajaran yang mereka ajarkan, keberanian yang mereka tunjukkan, adalah bintang penuntun bagi generasi selanjutnya.
“Mudah-mudahan apa yang sudah diperjuangkan dan dibangun dapat kami lanjutkan,” ucap Wahyu Sulistyo, Direktur Operasional PT Adaro Indonesia kepada para purnabakti.
Kini kapal terus berlayar berbekal keringat dan semangat para purnabakti.(rls/elhami)