BATAL NAIK: Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2025 - Foto Net. |
TOPRILIS.COM, JAKARTA - Pelaku industri tembakau memberikan sambutan positif atas keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2025. Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo, menilai langkah ini sebagai kebijakan yang tepat di tengah berbagai tekanan yang sedang dialami industri tembakau.
Menurutnya, kebijakan ini dapat memberikan ruang bagi industri tembakau untuk bertahan, khususnya bagi sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya dan menyerap banyak tenaga kerja di berbagai daerah.
“Tidak ada kenaikan CHT pada 2025 merupakan keputusan yang tepat karena pemerintah telah peduli dan mempertimbangkan dinamika industri tembakau yang saat ini masih tertekan. Langkah pemerintah ini menunjukkan kepedulian terhadap situasi ekonomi yang dihadapi oleh industri tembakau, khususnya di tengah daya beli masyarakat yang menurun dan peralihan konsumen ke rokok ilegal,” ujar Sriyadi.
Kendati demikian, Sriyadi mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi kenaikan cukai yang drastis pada 2026. Ia meminta pemerintah lebih bijaksana dalam menentukan kebijakan CHT di tahun-tahun berikutnya, mengingat kenaikan tarif yang berlebihan akan sangat merugikan industri.
“Dengan tidak naiknya cukai di 2025, kami juga berharap kenaikannya tidak dirapel di tahun 2026, sehingga tidak memberikan tekanan yang besar bagi industri tembakau,” ucapnya.
Sriyadi mencontohkan bahwa pada 2019, CHT tidak mengalami kenaikan, namun di 2020 kenaikan terjadi secara signifikan, bahkan mencapai dua kali lipat. Lonjakan cukai yang tiba-tiba seperti itu, katanya, berpotensi mengancam kepastian usaha industri tembakau, termasuk berdampak langsung pada nasib jutaan tenaga kerja.
Sriyadi juga menyoroti industri tembakau tengah mengalami tekanan dari regulasi lain seperti Rancangan Permenkes (Rancangan Permenkes) dan Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024, yang mencakup aturan kemasan rokok polos tanpa merek, pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter, serta larangan iklan rokok.
“[Aturan-aturan] ini dapat mematikan industri tembakau. Oleh karena itu, kami meminta pemerintah untuk membatalkan aturan kemasan rokok polos tanpa merek dan merevisi PP 28/2024 tersebut demi menjaga keberlangsungan industri ini, terutama para pekerjanya,” lanjutnya.(liputan6.com/elh)
Tags
Bisnis